Wednesday, July 05, 2006

trus optimis

Belajar dari Gempa Kobe 1995

(sumber www.kompas.com)

Yessy Arvelyna

Gempa terbesar di Jepang setelah gempa Tokyo 1923 adalah The Great Hanshin-Awaji Earthquake atau gempa Kobe tanggal 17 Januari 1995 dengan 7,2 skala Richter. Gempa Kobe disebabkan oleh pergerakan horizontal lempeng di bawah Kota Awajishima, kota pelabuhan dekat Kobe.

Gempa ini telah menewaskan 4.571 orang, melukai 14.678 orang, dan menimbulkan 222.127 pengungsi. Gempa Kobe juga merusak dan meruntuhkan lebih dari 120.000 bangunan, 30 persen bangunan di Kota Kobe. Walaupun telah lama berlalu, banyak hal penting yang dapat kita pelajari dari gempa Kobe sebagai pengetahuan untuk merehabilitasi Kota Yogya dan sekitarnya.

Tiga fase pemulihan

Menurut laporan Rehabilitasi Sosial Ekonomi Lima Tahun Pascagempa Kobe yang disusun oleh Pemerintah Kota Kobe (2005), ada tiga fase pemulihan Kota Kobe, yakni tahun pertama pascagempa, fase stabilisasi, dan pemulihan sosial ekonomi. Pada fase setelah gempa, menurut Peraturan Penanggulangan Bencana Jepang, pembangunan shelter pengungsian harus dimulai segera setelah gempa dan dibuka selama tujuh bulan hingga 20 Agustus. Seminggu setelah gempa, 599 shelter pengungsian yang dibangun dapat menampung 236.899 orang. Shelter pengungsian banyak dibangun di sekolah (188 unit) yang tidak terkena dampak gempa dapat menampung lebih dari setengah jumlah pengungsi. Pembangunan shelter di sekolah juga membantu pemulihan mental anak melalui program sekolah darurat.

Bulan Januari merupakan musim dingin sehingga penanganan instalasi sanitasi dan pemandian umum juga mendapat perhatian khusus. Pada 23 Januari instalasi listrik dapat dipergunakan kembali. Di akhir Maret, fasilitas air minum dapat direhabilitasi. Pada saat itu, 1,13 juta sukarelawan dari berbagai bangsa dan umur (60 persen berumur 15 tahun-24 tahun) turut membantu evakuasi dan rehabilitasi kota Kobe.

Pembangunan rumah temporer dimulai tiga hari setelah gempa dan didanai pemerintah pusat dan pemerintah perfektur. Perumahan dibangun di Kota Kobe dan daerah sekitar. Pada 15 Februari, 1.013 rumah tipe dua kamar telah dibangun dengan standar nasional sebanyak 30 persen dari rumah yang rusak. Puncak penyelesaian pembangunan rumah sebanyak 31.000 unit dapat diselesaikan pada November 1995. Program emergensi tiga tahun menyediakan bantuan untuk merekonstruksi pembangunan 134.000 rumah.

Selain itu, pemerintah membangun rumah permanen, 26.100 unit, dengan reduksi sewa bagi warga yang memiliki pendapatan rendah. Untuk merestorasi kota dan membantu korban, pada 1 April 1995 pemerintahan di Kobe menganggarkan 900 miliar yen yang meliputi subsidi untuk korban gempa, pinjaman pembangunan rumah, dan dana untuk memulai usaha kerja. Guna memulihkan mental penghuni, Kampanye Mengembalikan Semangat Kobe diadakan di komunitas-komunitas permukiman.

Patut ditiru

Setahun setelah gempa, Kantor Pusat Bantuan Masyarakat Pascagempa dibangun untuk meng- oordinasi rehabilitasi sosial ekonomi korban gempa. Tahun ini penghuni rumah temporer beralih ke fasilitas yang lebih layak di rumah permanen sehingga pemakaian rumah temporer menurun dari 30.000 ke 15.000 rumah. Pemeriksaan kesehatan dan keamanan di rumah temporer dilakukan secara perorangan. Sukarelawan juga disediakan untuk mendukung penghuni manula.

Seluruh runtuhan dapat dibersihkan pada akhir Maret 1998. Pembangunan jalan, perbaikan stasiun, dan fasilitas umum diselesaikan pada tahun 1999. Ketika penulis berkesempatan mengunjungi Kota Kobe pada April 1999, seluruh fasilitas umum telah dapat digunakan dan tidak terlihat bahwa gempa besar telah terjadi di Kobe.

Kesigapan pemerintah pusat di Jepang dan daerah Kobe serta sukarelawan dalam menanggulangi bencana alam Kobe memang patut ditiru.

Yessy Arvelyna
Postdoctoral Fellow di Tokyo University of Marine Science and Technology, Department. of Marine Information System Engineering

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home